SISTEM
“KASTA & WANGSA” DI BALI MENGABURKAM MAKNA “CATUR WARNA”
Caturwarnyam maya srishtam
Guna karma wibhagasah
Guna karma wibhagasah
(Bhagavad-Gita
Bab IV sloka 13)
Artinya :
Catur Warna adalah
ciptaan- Ku
Menurut pembagian kwalitas kerja
Menurut pembagian kwalitas kerja
Kata "Kasta" berasal
dari bahasa Portugis "Caste" yang berarti pemisah, tembok,
atau batas. Timbulnya istilah kasta dalam masyarakat Hindu adalah karena adanya
proses sosial (perkembangan masyarakat) yang mengaburkan pengertian warna pada
makna Catur Warna yang kita kenal dalam Agama Hindu. Pengaburan pengertian
warna ini melahirkan tradisi kasta yang membagi tingkatan seseorang di
masyarakat berdasarkan kelahiran dan status keluarganya.
Di
dalam Agama Hindu sendiri, sebenarnya yg ada itu adalah Catur Warna, yg berasal
dari bahasa Sansekerta yaitu : ''Catur" berarti empat dan kata
"warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri) artinya
memilih. Catur Warna berarti empat
pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat
(guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kwalitas kerja yang dimiliki
sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya
dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat
golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana,
Ksatrya, Wesya, dan Sudra.
Warna
Brahmana.
|
Disimbulkan
dengan warna putih, adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang
setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang
kerohanian keagamaan.
|
Warna
Ksatrya.
|
Disimbulkan
dengan warna merah adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap
orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang
kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.
|
Warna
Wesya.
|
Disimbulkan
dengan warna kuning adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang
setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang kesejahteraan masyarakat
(perekonomian, perindustrian, dan lain- lain).
|
Warna
Sudra.
|
Disimbulkan
dengan warna hitam adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap
orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang ketenagakerjaan.
|
Dalam perjalanan kehidupan di
masyarakat dari masa ke masa pelaksanaan sistem Catur Warna cenderung membaur
mengarah kepada sistem yang tertutup yang disebut Catur Wangsa atau Turunan
darah. Pada hal Catur Warna menunjukkan pengertian golongan fungsional, sedangkan
Catur Wangsa menunjukkan Turunan darah
Di dalam Bhagawata
Purana dan Smrti Sarasamuçcaya pasal 63 dengan tegas dijelaskan
bahwa sebenarnya tidak ada suatu warna kalau tanpa dilihat dari segi
perbuatannya.
Dari perbuatan dan sifat- sifat seperti tenang, menguasai diri sendiri, berpengetahuan suci, tulus hati, tetap hati, teguh iman kepada Hyang Widhi, jujur adalah gambaran seseorang yang berwarna Brahmana. Tetapi orang yang gagah berani, termasyhur, suka memberi pengampunan, perlindungan maka mereka itulah yang disebut Ksatrya.
Dari perbuatan dan sifat- sifat seperti tenang, menguasai diri sendiri, berpengetahuan suci, tulus hati, tetap hati, teguh iman kepada Hyang Widhi, jujur adalah gambaran seseorang yang berwarna Brahmana. Tetapi orang yang gagah berani, termasyhur, suka memberi pengampunan, perlindungan maka mereka itulah yang disebut Ksatrya.
Purana
Sukra Niti memberi keterangan bahwa keempat
warna itu tidak ditentukan oleh kelahiran, misalnya dari keluarga Brahmana lalu
lahir anak Brahmana juga, tetapi sifat dan perbuatan mereka itulah yang
menentukan sehingga mereka menjadi demikian seperti adanya empat warna itu.
Di Dalam Wiracarita Maha Barata juga
dijelaskan bahwa sifat- sifat Brahmana ialah: jujur, suka beramal/ berderma,
pemaaf, pelindung, takwa, cenderung untuk melakukan pertapaan dan menjadi
seorang pemimpin umat dalam melakukan persembahyangan. Dan dijelaskan pula
bahwa kelahiran anak dari seorang Sudra yang dikatakan mempunyai sifat- sifat
seperti tersebut di atas, mereka bukanlah Sudra tetapi mereka adalah Brahmana.
Tetapi seorang keturunan Brahmana yang tidak mempunyai sifat- sifat seperti
itu, maka ia sesungguhnya Sudra
Sedangkan Menurut
Panglingsir Ashram Gayatri, Ida Pandita
Agni Yoga Sarasvati sendiri menyatakan bahwa, Di Bali ini, fanatisme
masyarakat terhadap istilah kasta tersebut sudah bisa dikategorikan tingkat
memprihatinkan, dimana faktor keturunan sangat diagung-agungkan, sehingga
muncul anggapan bahwa derajat / kasta seseorang lebih tinggi dari orang lain….
Ingatlah…, kita lahir
telanjang! Yang artinya bahwa kita tidak membawa kasta dari dunia sana.., dan
agama pun tidak pernah mengajarkan tentang kasta. Yang ada itu hanyalah warna,
yg bertujuan untuk memberi warna berdasarkan kegiatan mereka.
Dengan memiliki kesadaran bahwa kita hidup dan
mati tidak akan membawa kasta, dan saat kita terlahir dan meninggal nanti
adalah sama dengan orang lain, maka di dalam hati kita akan tumbuh suatu
kesadaran bahwa kita adalah sama, tidak ada yg lebih rendah ataupun lebih
tinggi, dan hanya perbuatan dan tingkah laku kita sajalah yg menjadikan kita
memiliki penilaian lebih ataupun kurang dimata umat dan dimata Tuhan….
Akhir kata, Penulis mengajak semua umat manusia untuk menyadari, bahwa kita semua ini adalah bersaudara, dan tidak ada bedanya dimata Tuhan...
“ayam bandhurayam neti ganana laghuchetasam
udaracharitanam tu vasudhaiva kutumbakam”
(Maha Upanishad 6. 72)
Artinya :
Hanya anak kecil
menyatakan secara diskriminasi: orang itu adalah sanak keluarga dan yang lain
adalah orang asing. Bagi mereka yang hidup murah hati seluruh isi dunia
adalah keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar