Rabu, 14 November 2012

Kasta mengaburkan makna Catur Warna



SISTEM “KASTA & WANGSA” DI BALI MENGABURKAM MAKNA “CATUR WARNA”

 
Caturwarnyam maya srishtam
Guna karma wibhagasah
(Bhagavad-Gita Bab IV sloka 13)

Artinya :
Catur Warna adalah ciptaan- Ku
Menurut pembagian kwalitas kerja

Kata "Kasta" berasal dari bahasa Portugis "Caste" yang berarti pemisah, tembok, atau batas. Timbulnya istilah kasta dalam masyarakat Hindu adalah karena adanya proses sosial (perkembangan masyarakat) yang mengaburkan pengertian warna pada makna Catur Warna yang kita kenal dalam Agama Hindu. Pengaburan pengertian warna ini melahirkan tradisi kasta yang membagi tingkatan seseorang di masyarakat berdasarkan kelahiran dan status keluarganya. 

Di dalam Agama Hindu sendiri, sebenarnya yg ada itu adalah Catur Warna, yg berasal dari bahasa Sansekerta yaitu : ''Catur" berarti empat dan kata "warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri) artinya memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra.

Warna Brahmana.
Disimbulkan dengan warna putih, adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kerohanian keagamaan.
Warna Ksatrya.
Disimbulkan dengan warna merah adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.
Warna Wesya.
Disimbulkan dengan warna kuning adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang kesejahteraan masyarakat (perekonomian, perindustrian, dan lain- lain).
Warna Sudra.
Disimbulkan dengan warna hitam adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang ketenagakerjaan.

Dalam perjalanan kehidupan di masyarakat dari masa ke masa pelaksanaan sistem Catur Warna cenderung membaur mengarah kepada sistem yang tertutup yang disebut Catur Wangsa atau Turunan darah. Pada hal Catur Warna menunjukkan pengertian golongan fungsional, sedangkan Catur Wangsa menunjukkan Turunan darah

Di dalam Bhagawata Purana dan Smrti Sarasamuçcaya pasal 63 dengan tegas dijelaskan bahwa sebenarnya tidak ada suatu warna kalau tanpa dilihat dari segi perbuatannya.
Dari perbuatan dan sifat- sifat seperti tenang, menguasai diri sendiri, berpengetahuan suci, tulus hati, tetap hati, teguh iman kepada Hyang Widhi, jujur adalah gambaran seseorang yang berwarna Brahmana. Tetapi orang yang gagah berani, termasyhur, suka memberi pengampunan, perlindungan maka mereka itulah yang disebut Ksatrya.

Purana Sukra Niti memberi keterangan bahwa keempat warna itu tidak ditentukan oleh kelahiran, misalnya dari keluarga Brahmana lalu lahir anak Brahmana juga, tetapi sifat dan perbuatan mereka itulah yang menentukan sehingga mereka menjadi demikian seperti adanya empat warna itu.

Di Dalam Wiracarita Maha Barata juga dijelaskan bahwa sifat- sifat Brahmana ialah: jujur, suka beramal/ berderma, pemaaf, pelindung, takwa, cenderung untuk melakukan pertapaan dan menjadi seorang pemimpin umat dalam melakukan persembahyangan. Dan dijelaskan pula bahwa kelahiran anak dari seorang Sudra yang dikatakan mempunyai sifat- sifat seperti tersebut di atas, mereka bukanlah Sudra tetapi mereka adalah Brahmana. Tetapi seorang keturunan Brahmana yang tidak mempunyai sifat- sifat seperti itu, maka ia sesungguhnya Sudra

Sedangkan Menurut Panglingsir Ashram Gayatri, Ida Pandita Agni Yoga Sarasvati sendiri menyatakan bahwa, Di Bali ini, fanatisme masyarakat terhadap istilah kasta tersebut sudah bisa dikategorikan tingkat memprihatinkan, dimana faktor keturunan sangat diagung-agungkan, sehingga muncul anggapan bahwa derajat / kasta seseorang lebih tinggi dari orang lain….
Ingatlah…, kita lahir telanjang! Yang artinya bahwa kita tidak membawa kasta dari dunia sana.., dan agama pun tidak pernah mengajarkan tentang kasta. Yang ada itu hanyalah warna, yg bertujuan untuk memberi warna berdasarkan kegiatan mereka.
Dengan memiliki kesadaran bahwa kita hidup dan mati tidak akan membawa kasta, dan saat kita terlahir dan meninggal nanti adalah sama dengan orang lain, maka di dalam hati kita akan tumbuh suatu kesadaran bahwa kita adalah sama, tidak ada yg lebih rendah ataupun lebih tinggi, dan hanya perbuatan dan tingkah laku kita sajalah yg menjadikan kita memiliki penilaian lebih ataupun kurang dimata umat dan dimata Tuhan….

Akhir kata, Penulis mengajak semua umat manusia untuk menyadari, bahwa kita semua ini adalah bersaudara, dan tidak ada bedanya dimata Tuhan...
ayam bandhurayam neti ganana laghuchetasam udaracharitanam tu vasudhaiva kutumbakam”
(Maha Upanishad 6. 72)

Artinya :
Hanya anak kecil menyatakan secara diskriminasi: orang itu adalah sanak keluarga dan yang lain adalah orang asing. Bagi mereka yang hidup murah hati seluruh isi dunia  adalah keluarga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar