Kamis, 25 April 2013

BHAJAN (KIDUNG SUCI)



BHAJAN, KIDUNG SUCI UNTUK MEMUJA TUHAN

PENGERTIAN BHAJAN

Kata bhajan berasal dari kata “bhaj” yang berarti memuja, menyembah, bersujud, dan terikat pada Tuhan. Bhajan diartikan sebagai kegiatan pemujaan ke hadapan Tuhan dengan mencantingkan/menyanyikan lagu-lagu suci yang di dalamnya sarat dengan nama-nama Tuhan.




“Govindam Bhaj Modha Mate,
Samprapte sannihithe Kaale,
Nahi Nahi Rakshati dukhrun Karane,
Iha Samsare Bahu Dustare, Kripaye Pare, Pahe Murare”

Ulanglah nama Tuhan, oh manusia,
Waktu kematian sedang terlukis semakin dekat
Aturan dalam perdebatan tidak akan melindungi,
Kehidupan duniawi telah diisi oleh penderitaan.
Mohonlah rahmat Tuhan, perlindunganNYA
Salah satu wacana Baba tentang Bhajan adalah : “Mungkin engkau tidak dapat melakukan latihan rohani yang keras seperti meditasi, tapa, yoga, dan sebagainya. Cukuplah jika engkau mengidungkan nama Tuhan. Jangan melakukan latihan yang tidak engkau mengerti. Ambillah jalan yang paling mudah yaitu namasmarana”.
Namasmaranam artinya mengulang-ulang menyebut Nama Tuhan Yang Maha Esa, baik di dalam hati maupun dalam ucapan sambil menjalankan kewajiban (dharma) sehari-hari.

BEBERAPA KUTIPAN TENTANG BHAJAN
“Lantunkan kemuliaan dan kebesaran Tuhan dengan suara yang lantang dan penuhilah suasana di sekitarmu dengan pemujaan kepada Tuhan… inilah alasan mengapa Aku bertekad dalam kelompok bhajan untuk melantunkan nama-nama Tuhan.
Sabda Sathya Sai VI, halaman 239
*****************************************************************************
“Bhajan adalah sebuah proses menyanyi yang muncul dari kedalaman relung hati, bukan dari bibir atau lidah. Ini merupakan ungkapan kebahagiaan yang menggetarkan hati yang muncul dari hati ketika keagungan Tuhan diingat. Ini merupakan perwujudan yang bersifat spontan dari kebahagiaan dari dalam diri. Tidak ada ruang dan kesempatan untuk memperhatikan pujian dan kesalahan yang mungkin diberikan oleh yang lainnya. Bhajan tidak bertujuan untuk mencari kekaguman atau penghargaan dari yang mendengarkan.”
Sabda Sathya Sai X, halaman 84
*****************************************************************************
“Bhajan adalah salah satu bentuk proses bagi kalian untuk dapat melatih pikiran untuk berkembang dalam nilai-nilai keabadian. Ajarkan pikiran untuk bersuka ria dalam kemuliaan dan kebesaran dari Tuhan; hentikan gerak pikiran dari daya tarik kenikmatan. Melantunkan lagu bhajan menarik hatimu untuk memiliki sebuah keinginan dalam mengalami kebenaran, menyaksikan keindahan yang merupakan Tuhan itu sendiri, merasakan kebahagiaan yang merupakan bentuk dari jati diri. Kegiatan ini mendorong manusia untuk menyelam ke dalam dirinya sendiri dan menjadi dirinya sendiri yang sejati.”
Sabda Sathya Sai VII, halaman 497-498
*****************************************************************************
“Bhajan (melantunkan lagu-lagu kebhaktian) adalah latihan spiritual (sadhana) bagi semua orang yang bersama-sama ada di dalamnya.”
Sai Bhajana Mala, halaman 30
*****************************************************************************
“Ingatlah bahwa setiap lagu yang dilantunkan untuk memuliakan keagungan Tuhan adalah seperti sebuah pedang yang memotong tali kemalasan. Ini merupakan salah satu bentuk pelayanan sosial yang baik untuk mengingatkan kembali semuanya tentang kewajiban yang harus mereka miliki kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang tetap selalu melindungi mereka.”
Holy Man dan Psychiatrist, halaman 134
*****************************************************************************
“Orang-orang berkata bahwa ketika kalian pergi menemui Sai Baba, bahwa tidak ada apapun disana kecuali lagu-lagu bhajan. Sadarilah bahwa tidak ada yang lebih hebat daripada bhajan. Lihatlah kebahagiaan yang ada di dalam bhajan! Lihatlah juga wujud dari kesatuan yang diperagakan ketika beribu-ribu suara bergabung menjadi satu dalam melantunkan nama-nama Tuhan! Rasakanlah getaran yang berasal dari mereka yang bisa membuat hati kita menjadi bergetar dan bersemangat. Jika kalian bernyanyi sendirian di tempat suci, maka getaran itu kembali ke dirimu hanya sebagai sebuah reaksi. Namun dalam bhajan dengan banyak orang, apa yang kalian dapatkan bukanlah reaksi namun sebuah gelombang getaran. Gelombang getaran ini akan masuk ke dalam atmosphere dan menyucikan kembali udara yang telah tercemar. Atmospher saat sekarang telah dicemarkan dengan timbulnya ide-ide dan perasaan yang buruk. Ketika kalian menyanyikan kemuliaan Tuhan, maka kuman-kuman penyakit yang tersebar di udara akan dihancurkan dan udara mendapatkan penyucian oleh perawatan antibiotik dari bhajan.”
*****************************************************************************
“Ketika semua peserta dalam bhajan bernyanyi dalam kekompakan, betapa sucinya getaran yang ditimbulkan dan betapa besarnya energi Tuhan yang dilepaskan! Ketika getaran-getaran suci ini memenuhi dunia, perubahan apapun dapat terjadi di dunia! Ketika seseorang melantunkan lagu bhajan hanya seorang diri, hati melebur ke dalam lagu. Namun ketika banyak orang yang menyanyikan lagu bhajan, hal ini akan mampu mendapatkan kekuatan Tuhan.”
Sai Bhajana Mala, halaman 30
*****************************************************************************
“Bagi mereka yang menyanyikan lagu-lagu bhajan mendapatkan apa yang disebut dengan “promosi ganda”, karena mereka mendapatkan kebahagiaan dan sekaligus menyebarkannya.”
Sabda Sathya Sai X, halaman 101
*****************************************************************************
”Tuhan hadir di setiap tempat. Beliau adalah penghuni di setiap hati sanubari dan semua nama adalah nama Beliau. Jadi kalian bisa memanggil-Nya dengan berbagai nama yang bisa memberikanmu kebahagiaan. Kalian seharusnya tidak bertengkar tentang nama dan bentuk yang lain, tidak juga menjadi seorang yang fanatik, buta akan kebesaran mereka. Ketika kalian harus melantunkan lagu bhajan, seraplah arti dari lagu itu dan juga pesan dari setiap nama Tuhan yang dilantunkan dan gerakkanlah rasa manis dari nama Tuhan diatas lidahmu.”
Holy man dan Psychiatrist, halaman 134
*****************************************************************************
“Beberapa orang menanyakan tentang kesopanan dengan memanggil Tuhan dengan menggunakan begitu banyak nama. Namun setiap nama menandai satu aspek dari Tuhan. Ini menunjukkan satu bagian dari kepribadian Tuhan. Setiap nama hanyalah sebuah segi, sebuah bagian, sebuah cahaya dari yang maha tinggi. Disiplin spiritual terkandung dalam menyadari dan menjadi sadar akan yang Satu (Tuhan) yang mendukung dan memelihara semuanya. Itu adalah permata kebijaksanaan yang sangat bernilai yang seseorang harus amankan dan hargai.”
Sabda Sathya Sai X, halaman 87
*****************************************************************************
“Pawai arak-arakan menuju ke kuburan dimulai segera pada saat kelahiran dan detak dari jantung adalah dentuman gendang untuk mengiringi arak-arakan menuju ke tempat itu. Beberapa mengambil jalan yang panjang, beberapa mengambil jalan yang cepat, tapi semuanya sedang dalam perjalanan menuju ke sana. Maka dari itu, melantunkan lagu bhajan harus dimulai dari masa anak-anak dan harus tetap dilanjutkan. Bhajan harus menjadi sebagai sahabat, pelipur lara dan kekuatan bagi manusia. Jangan menunggu hal ini sampai kita menapaki usia senja, karena bhajan adalah makanan yang sangat mendasar bagi pikiran.”
Sabda Sathya Sai I, halaman 123
*****************************************************************************
“Bhajan harus menjadi aliran arus kebahagiaan yang tidak terputus di lidah dan di dalam hatimu; bhajan akan memberkatimu dengan kesadaran tentang soham yaitu kesatuan antara Aku dan Dia yang tidak terputuskan.”
“Lidah adalah seperti tonggak, bhajan adalah talinya; dengan tali itu, kalian bisa membawa Tuhan yang maha kuasa dekat denganmu dan mengikat-Nya sehingga rahmat dan berkat-Nya dapat menjadi milikmu.”
Sabda Sathya Sai VII, halaman 52
*****************************************************************************
“Keinginan dan kemarahan adalah dua musuh. Bhajan adalah sebuah proses disiplin yang teratur yang dapat menyingkirkan kedua musuh tadi.”
Sabda Sathya Sai X, halaman 100
*****************************************************************************
“Ambillah contoh ada sebuah pohon. Ada begitu banyak burung diatas pohon itu. Burung-burung tadi membuat tempat dan pohon itu menjadi kotor. Lantas, bagaimana caranya menyingkirkan burung-burung itu? Kalian harus menepuk tangan dengan keras. Hal yang sama, di dalam pohon kehidupan ini, disana ada banyak burung keinginan, sehingga hati menjadi kotor. Dalam upaya untuk membersihkannya, lakukanlah bhajan.
Wejangan di Kodaikanal, 12 April 1996
*****************************************************************************
“Pikirkanlah tentang bhajan sebagai bagian dari latihan spiritual yang dilakukan secara serius untuk mengurangi keterikatan terhadap objek-objek yang cepat berlalu, menguatkan dirimu, membebaskan dirimu dari siklus kelahiran dan kematian dan juga dari akibat-akibat yang akan menyengsarakan. Bhajan mungkin kelihatan seperti sebuah penyembuhan yang sepele untuk penyakit yang begitu mengerikan. Meskipun demikian, bhajan adalah obat yang sangat mujarab.”
Holy man dan Psychiatrist, halaman 132
*****************************************************************************
“Di jaman sibuk yang penuh dengan ketakutan dan kecemasan, mengingat Tuhan dan mengucapkan secara berulang kali nama-Nya adalah salah satu sarana untuk meraih kebebasan yang dapat diterima oleh semuanya.”
Sai Bhajana Mala, halaman 30
*****************************************************************************
“Biarkan seluruh hidupmu menjadi nyanyian spiritual. Percayalah bahwa Tuhan ada dimana-mana sepanjang waktu, dan dapatkanlah kekuatan, kesenangan dan kebahagiaan dengan melantunkan keagungan-Nya dalam kehadiran-Nya.”
Sabda Sathya Sai X, halaman 94

Senin, 25 Maret 2013

Galungan, hari kemenangan



GALUNGAN, KEMENANGAN DHARMA SANG JIWA DALAM MEMERANGI AWIDYA (KEGELAPAN) DALAM DIRI


Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan dungulan, yang juga berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan, sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Jadi secara arti kata, Galungan berarti kemenangan Dharma melawan Adharma.
Secara filosofis, Galungan adalah suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari adharma dan mana dari budhi atma yaitu berupa suara kebenaran (dharma) dalam diri manusia. Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma.
Menurut lontar Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan, tahun Saka 804 atau tahun 882 Masehi. Dalam lontar itu disebutkan:

Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.
Artinya: Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.
Rangkaian perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan merupakan rangkaian perayaan yang paling panjang di antara hari-hari raya Agama Hindu, jarak waktunya selama 60 hari, dimana rangkaiannya diawali pada :

1. Hari Sabtu Kliwon Wariga yang disebut dengan Tumpek Pengarah atau Pengatag, tepatnya 25 hari sebelum Hari Raya Galungan dan persembahan ditujukan kepada dewa Sankara (nama lain Dewa Siva)sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan dengan mempersembahkan sesajen pada pohon-pohon kayu yang menghasilkan buah, daun, dan bunga yang akan digunakan pada Hari Raya Galungan.

2. Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba ; yaitu Sebuah kegiatan rohani dalam rangka menyucikan bhuana agung (makrokosmos) yang jatuh pada hari Kamis Wage Sungsang. Kata Sugihan berasal dari urat kata Sugi yang artinya membersihkan dan Jaba artinya luar, jadi Hari Sugihan Jawa tersebut adalah pembersihan Bhuana Agung - sekala-niskala.

3. Sugihan Bali; Jatuh pada hari Jumat Kliwon wuku Sungsang (sehari setelah Sugihan Jawa). Bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada dalam diri. Jadi Sugihan Bali memiliki makna yaitu menyucikan diri sendiri, yaitu dengan memohon tirta pembersihan /penglukatan. Manusia tidak saja terdiri dari badan fisik tetapi juga badan rohani (Suksma Sarira dan Antahkarana Sarira). Persiapan fisik dan rohani adalah modal awal yang harus diperkuat sehingga sistem kekebalan tubuh ini menjadi maksimal untuk menghadapi musuh yang akan menggoda kita.

4. Panyekeban ; Jatuh pada hari Minggu Pahing Dungulan.Panyekeban artinya mengendalikan semua indrya dari pengaruh negatif, karena hari ini Sangkala Tiga Wisesa turun ke dunia untuk mengganggu dan menggoda kekokohan manusia dalam melaksanakan Hari Galungan.
Melihat pesan Panyekeban ini mewajibkan umat Hindu untuk mulai melaksanakan Brata atau Upavasa sehingga pemenuhan akan kebutuhan semua Indriya tidak jatuh kedalam kubangan dosa; pikirkan yang baik dan benar, berbicara kebenaran, berprilaku bijak dan bajik, mendengar kebenaran, menikmati makanan yang sattvika, dan yang lain, agar tetap memiliki kekuatan untuk menghalau godaan Sang Mara. Jadi tidak hanya nyekeb pisang (biu) atau tape untuk bebantenan saja.

5. Penyajaan; jatuh pada hari Senin Pon Dungulan. Pada hari ini umat mengadakan Tapa Brata Yoga Samadhi dengan pemujaan kepada Ista Dewata. Penyajaan dalam lontar Sundarigama disebutkan : "Pangastawaning Sang Ngamong Yoga Samadhi" upacara ini dilaksanakan pada hari Senin Pon Dungulan. Dengan Wiweka dan Winaya, manusia Hindu diajak untuk dapat memilah kemudian memilih yang mana benar dan salah. Bukan semata-mata membuat kue untuk upacara.

6. Penampahan ; jatuh pada hari Selasa Wage Dungulan tepat sehari sebelum hari Raya Galungan. Penampahan berasal dari kata tampah atau sembelih artinya ; bahwa pada hari ini manusia melakukan pertempuran melawan Adharma, atau hari untuk mengalahkan Bhuta Galungan dengan upacara pokok yakni Mabyakala yaitu memangkas dan mengeliminir sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri, bukan semata-mata membunuh hewan korban, karena musuh sebenarnya ada di dalam diri (Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dll), dan bukan di luar diri kita termasuk sifat- sifat hewani tersebut.

Ini sesuai dengan lontar Sundarigama yaitu ; "Pamyakala kala malaradan". Inilah puncak dari Brata dan Upavasa umat Hindu, bertempur melawan semua bentuk Ahamkara - kegelapan yang bercokol dalam diri.

Hari Penampahan Galungan inilah yang pada dewasa ini paling kehilangan makna spiritualnya yang paling penting. Konsentrasi kebanyakan keluarga membuat makanan yang enak-enak. Padahal ada upakara penting di Madya Mandala untuk Memohon Tirta dari Luhuring Akasa dalam rangka me-nyomia Buta Kala di Bhana Agung dan Alit yang sering terlewatkan. Selama ini justru sebagain besar dari kita malah berpesta pora makan, lupa terhadap jati diri, menikmati makanan, mabuk. Sehingga bukan Nyomya Bhuta Kala- Nyupat Angga Sarira, malah kita akhirnya menjelma jadi Bhuta itu sendiri.

7. Galungan ; Jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Dungulan, Hari ini merupakan hari kemenangan dharma terhadap adharma setelah berhasil mengatasi semua godaan selama perjalan hidup ini, dan merupakan titik balik agar manusia senantiasa mengendalikan diri dan berkarma sesuai dengan dharma dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan dalam usaha mencapai anandam atau jagadhita dan moksa serta shanti dalam hidup sebagai mahluk yang berwiweka.

8. Manis Galungan; Setelah merayakan kemenangan , manusia merasakan nikmatnya (manisnya) kemenangan dengan mengunjungi sanak saudara mesima krama dengan penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan ajaran kebenaran betapa nikmatnya bisa meneguk kemenangan. Jadi pada hari ini umat Hindu wajib mewartakan-menyampaikan pesan dharma kepada semua manusia inilah misi umat Hindu Dharma. Cara menyampaikan ajaran kebenaran adalah dengan Satyam Vada yaitu mengatakan dengan kesungguhan dan kejujuran.

9. Pemaridan Guru; Jatuh pada hari Sabtu Pon Dungulan, maknanya pada hari ini dilambangkan dengan kembalinya Dewata-dewati, pitara-pitari, para leluhur ke tempat payogannya masing-masing dan meninggalkan anugrah berupa kadirgayusan yaitu ; hidup sehat umur panjang, dan hari ini umat menikmati waranugraha dari dewata

10. Pemacekan Agung; Jatuh pada hari Senen Kliwon wuku Kuningan. Tepat pada hari ini merupakan hari pertengahan dari rangkaian panjang hari raya Galungan. Hari ini tepat 30 hari dari sejak hari Tumpek Pengarah, dan 30 hari menjelang hari Pegat Uwakan (Buda Kliwon Pahang). Pada hari ini umat menancapkan dan meneguhkan tekadnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam menghadapi dan mengarungi kehidupan selanjutnya dengan senantiasa berjalan dalam koridor dharma.

11. Sepuluh hari setelah Galungan disebut Kuningan. Pada Hari ini diyakini bahwa para dewata dan roh-roh leluhur akan turun ke marcapada/mayapada untuk menerima sembah bakti umat dan prati sentananya dengan segala cinta kasihnya, dan pada siang harinya para dewata dan roh suci leluhur kembali menuju kahyangan stana-nya masing-masing yang diyakini tempatnya di svargaloka (alam sorga). Kuningan merupakan hari kasih sayang, yang disimbulkan melalui berbagai pratika upakara seperti: tamiang, koleman, sulangi, tebo, dan endongan.


Rangkaian perayaan Galungan dan Kuningan berkahir pada Hari rabu Kliwon wuku Pahang yang sering disebut hari raya Pegat Uwakan. Pada hari ini umat melakukan persembahyangan mengahturkan suksmaning manah lan idep kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas karunia dan wara nugrahanya bisa melaksanakan rangkaian perayaan hari Raya Galungan dengan sempurna.

  PETUAH IDA PANDITA AGNI YOGA SARASVATI

Adapun pesan moral yang paling ditekankan oleh Penglingsir Ashram Gayatri, Ida Pandita Agni Yoga Sarasvati, bahwa Hari Raya Galungan adalah hari perayaan atas kemenangan Dharma melawan Adharma. Dharma disini yang dimaksud adalah kebenaran sejati, yang muncul dari kesadaran sang jiwa, sebagai penuntun dalam melakukan Tri Kaya Parisudha, yaitu manacika (berpikir yg baik) Wacika ( berbicara yg baik) dan Kayika (berbuat yg baik) , sehingga dengan munculnya kesadaran tersebut, maka akan terbebas dari Adharma atau hal yg tidak baik, yg dapat menyesatkan pikiran dan tingkah laku manusia, seperti Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dll.

Untuk dapat merayakan hari raya Galungan ini, berarti kita diharapkan benar-benar menahan diri, untuk tidak melakukan hal yg tidak baik, dan lebih menyadarkan diri akan keberadaan sang jiwa yg penuh cinta kasih, sehingga pada perayaan galungan nanti, kita bisa menjadi seorang pribadi yang lebih baik dalam menjalani kehidupan setelah Perayaan hari kemenangan tersebut.

Satu hal pokok yg Ida Nak Lingsir sampaikan adalah : Tujuan melaksanakan upacara suci apapun, adalah MELAKUKAN YADNYA DAN NUNAS ICA.
YADNYA itu sendiri adalah korban suci yg tulus iklasdan tanpa pamrih
NUNAS ICA sendiri dari arti katanya sudah jelas terlihat, Nunas berarti meminta / memohon, dan Ica berarti tertawa / bahagia. Jadi nunas ica itu dapat diartikan sebagai memohon kebahagiaan.
Untuk mendapatkan kebahagiaan, kita harus melakukan yadnya yg sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dan keiklasan kita, sehingga secara riil nya tidak membebani atau memberatkan kita sebagai manusia. Bagaiamana indahnya saat setelah upacara, yg didasari oleh ketulusan kita tersebut, sehingga setelah selesai melakukan upacara, kita bisa berbahagia, bersenda gurau sengan sanak keluarga. Itulah inti dan tujuan melaksanakan Upacara.

Demikian makna Hari Raya Galungan sebagai hari pendakian spritual dalam mencapai kemenangan /wijaya dalam hidup dan kehidupan ini, ditinjau dari sudut pelaksanaan upacara dan makna filosofisnya.
Akhir kata, Atas Nama Keluarga ASHRAM GAYATRI,  Saya mengucapkan Selamat Hari Raya Galungan (27 Maret 2013) & Kuningan (06 April 2013) semoga Galungan dan Kuningan kali ini bisa lebih bermakna.