GALUNGAN, KEMENANGAN DHARMA SANG JIWA DALAM MEMERANGI AWIDYA (KEGELAPAN)
DALAM DIRI
10. Pemacekan Agung; Jatuh pada hari Senen Kliwon wuku Kuningan. Tepat pada hari ini merupakan hari pertengahan dari rangkaian panjang hari raya Galungan. Hari ini tepat 30 hari dari sejak hari Tumpek Pengarah, dan 30 hari menjelang hari Pegat Uwakan (Buda Kliwon Pahang). Pada hari ini umat menancapkan dan meneguhkan tekadnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam menghadapi dan mengarungi kehidupan selanjutnya dengan senantiasa berjalan dalam koridor dharma.
11. Sepuluh hari setelah Galungan disebut Kuningan. Pada Hari ini diyakini bahwa para dewata dan roh-roh leluhur akan turun ke marcapada/mayapada untuk menerima sembah bakti umat dan prati sentananya dengan segala cinta kasihnya, dan pada siang harinya para dewata dan roh suci leluhur kembali menuju kahyangan stana-nya masing-masing yang diyakini tempatnya di svargaloka (alam sorga). Kuningan merupakan hari kasih sayang, yang disimbulkan melalui berbagai pratika upakara seperti: tamiang, koleman, sulangi, tebo, dan endongan.
Rangkaian perayaan Galungan dan Kuningan berkahir pada Hari rabu Kliwon wuku Pahang yang sering disebut hari raya Pegat Uwakan. Pada hari ini umat melakukan persembahyangan mengahturkan suksmaning manah lan idep kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas karunia dan wara nugrahanya bisa melaksanakan rangkaian perayaan hari Raya Galungan dengan sempurna.
PETUAH IDA PANDITA AGNI YOGA SARASVATI
Adapun pesan moral yang paling ditekankan oleh Penglingsir Ashram Gayatri, Ida Pandita Agni Yoga Sarasvati, bahwa Hari Raya Galungan adalah hari perayaan atas kemenangan Dharma melawan Adharma. Dharma disini yang dimaksud adalah kebenaran sejati, yang muncul dari kesadaran sang jiwa, sebagai penuntun dalam melakukan Tri Kaya Parisudha, yaitu manacika (berpikir yg baik) Wacika ( berbicara yg baik) dan Kayika (berbuat yg baik) , sehingga dengan munculnya kesadaran tersebut, maka akan terbebas dari Adharma atau hal yg tidak baik, yg dapat menyesatkan pikiran dan tingkah laku manusia, seperti Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dll.
Untuk dapat merayakan hari raya Galungan ini, berarti kita diharapkan benar-benar menahan diri, untuk tidak melakukan hal yg tidak baik, dan lebih menyadarkan diri akan keberadaan sang jiwa yg penuh cinta kasih, sehingga pada perayaan galungan nanti, kita bisa menjadi seorang pribadi yang lebih baik dalam menjalani kehidupan setelah Perayaan hari kemenangan tersebut.
Satu hal pokok yg Ida Nak Lingsir sampaikan adalah : Tujuan melaksanakan upacara suci apapun, adalah MELAKUKAN YADNYA DAN NUNAS ICA.
YADNYA itu sendiri adalah korban suci yg tulus iklasdan tanpa pamrih
Demikian makna Hari Raya Galungan sebagai hari pendakian spritual dalam mencapai kemenangan /wijaya dalam hidup dan kehidupan ini, ditinjau dari sudut pelaksanaan upacara dan makna filosofisnya.
Akhir kata, Atas Nama
Keluarga ASHRAM GAYATRI, Saya
mengucapkan Selamat Hari Raya Galungan (27 Maret 2013) & Kuningan (06 April
2013) semoga Galungan dan Kuningan kali ini bisa lebih bermakna.
Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya
menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan dungulan, yang juga
berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan,
sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Jadi secara
arti kata, Galungan berarti kemenangan Dharma melawan Adharma.
Secara filosofis, Galungan adalah suatu upacara sakral yang memberikan
kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari
adharma dan mana dari budhi atma yaitu berupa suara kebenaran (dharma) dalam
diri manusia. Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar
mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang
terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu
(byaparaning idep) adalah wujud adharma.
Menurut lontar Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan pada
hari Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan, tahun Saka 804 atau tahun 882
Masehi. Dalam lontar itu disebutkan:
Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.
Artinya: Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.
Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.
Artinya: Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.
Rangkaian perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan
merupakan rangkaian perayaan yang paling panjang di antara hari-hari raya Agama
Hindu, jarak waktunya selama 60 hari, dimana rangkaiannya diawali pada :
1. Hari Sabtu Kliwon Wariga yang disebut dengan Tumpek Pengarah atau Pengatag, tepatnya 25 hari sebelum Hari Raya Galungan dan persembahan ditujukan kepada dewa Sankara (nama lain Dewa Siva)sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan dengan mempersembahkan sesajen pada pohon-pohon kayu yang menghasilkan buah, daun, dan bunga yang akan digunakan pada Hari Raya Galungan.
2. Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba ; yaitu Sebuah kegiatan rohani dalam rangka menyucikan bhuana agung (makrokosmos) yang jatuh pada hari Kamis Wage Sungsang. Kata Sugihan berasal dari urat kata Sugi yang artinya membersihkan dan Jaba artinya luar, jadi Hari Sugihan Jawa tersebut adalah pembersihan Bhuana Agung - sekala-niskala.
3. Sugihan Bali; Jatuh pada hari Jumat Kliwon wuku Sungsang (sehari setelah Sugihan Jawa). Bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada dalam diri. Jadi Sugihan Bali memiliki makna yaitu menyucikan diri sendiri, yaitu dengan memohon tirta pembersihan /penglukatan. Manusia tidak saja terdiri dari badan fisik tetapi juga badan rohani (Suksma Sarira dan Antahkarana Sarira). Persiapan fisik dan rohani adalah modal awal yang harus diperkuat sehingga sistem kekebalan tubuh ini menjadi maksimal untuk menghadapi musuh yang akan menggoda kita.
4. Panyekeban ; Jatuh pada hari Minggu Pahing Dungulan.Panyekeban artinya mengendalikan semua indrya dari pengaruh negatif, karena hari ini Sangkala Tiga Wisesa turun ke dunia untuk mengganggu dan menggoda kekokohan manusia dalam melaksanakan Hari Galungan.
1. Hari Sabtu Kliwon Wariga yang disebut dengan Tumpek Pengarah atau Pengatag, tepatnya 25 hari sebelum Hari Raya Galungan dan persembahan ditujukan kepada dewa Sankara (nama lain Dewa Siva)sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan dengan mempersembahkan sesajen pada pohon-pohon kayu yang menghasilkan buah, daun, dan bunga yang akan digunakan pada Hari Raya Galungan.
2. Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba ; yaitu Sebuah kegiatan rohani dalam rangka menyucikan bhuana agung (makrokosmos) yang jatuh pada hari Kamis Wage Sungsang. Kata Sugihan berasal dari urat kata Sugi yang artinya membersihkan dan Jaba artinya luar, jadi Hari Sugihan Jawa tersebut adalah pembersihan Bhuana Agung - sekala-niskala.
3. Sugihan Bali; Jatuh pada hari Jumat Kliwon wuku Sungsang (sehari setelah Sugihan Jawa). Bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada dalam diri. Jadi Sugihan Bali memiliki makna yaitu menyucikan diri sendiri, yaitu dengan memohon tirta pembersihan /penglukatan. Manusia tidak saja terdiri dari badan fisik tetapi juga badan rohani (Suksma Sarira dan Antahkarana Sarira). Persiapan fisik dan rohani adalah modal awal yang harus diperkuat sehingga sistem kekebalan tubuh ini menjadi maksimal untuk menghadapi musuh yang akan menggoda kita.
4. Panyekeban ; Jatuh pada hari Minggu Pahing Dungulan.Panyekeban artinya mengendalikan semua indrya dari pengaruh negatif, karena hari ini Sangkala Tiga Wisesa turun ke dunia untuk mengganggu dan menggoda kekokohan manusia dalam melaksanakan Hari Galungan.
Melihat pesan Panyekeban ini mewajibkan umat Hindu untuk
mulai melaksanakan Brata atau Upavasa sehingga pemenuhan akan kebutuhan semua
Indriya tidak jatuh kedalam kubangan dosa; pikirkan yang baik dan benar,
berbicara kebenaran, berprilaku bijak dan bajik, mendengar kebenaran, menikmati
makanan yang sattvika, dan yang lain, agar tetap memiliki kekuatan untuk
menghalau godaan Sang Mara. Jadi tidak hanya nyekeb pisang (biu) atau tape
untuk bebantenan saja.
5. Penyajaan; jatuh pada hari Senin Pon Dungulan. Pada hari ini umat mengadakan Tapa Brata Yoga Samadhi dengan pemujaan kepada Ista Dewata. Penyajaan dalam lontar Sundarigama disebutkan : "Pangastawaning Sang Ngamong Yoga Samadhi" upacara ini dilaksanakan pada hari Senin Pon Dungulan. Dengan Wiweka dan Winaya, manusia Hindu diajak untuk dapat memilah kemudian memilih yang mana benar dan salah. Bukan semata-mata membuat kue untuk upacara.
6. Penampahan ; jatuh pada hari Selasa Wage Dungulan tepat sehari sebelum hari Raya Galungan. Penampahan berasal dari kata tampah atau sembelih artinya ; bahwa pada hari ini manusia melakukan pertempuran melawan Adharma, atau hari untuk mengalahkan Bhuta Galungan dengan upacara pokok yakni Mabyakala yaitu memangkas dan mengeliminir sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri, bukan semata-mata membunuh hewan korban, karena musuh sebenarnya ada di dalam diri (Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dll), dan bukan di luar diri kita termasuk sifat- sifat hewani tersebut.
Ini sesuai dengan lontar Sundarigama yaitu ; "Pamyakala kala malaradan". Inilah puncak dari Brata dan Upavasa umat Hindu, bertempur melawan semua bentuk Ahamkara - kegelapan yang bercokol dalam diri.
Hari Penampahan Galungan inilah yang pada dewasa ini paling kehilangan makna spiritualnya yang paling penting. Konsentrasi kebanyakan keluarga membuat makanan yang enak-enak. Padahal ada upakara penting di Madya Mandala untuk Memohon Tirta dari Luhuring Akasa dalam rangka me-nyomia Buta Kala di Bhana Agung dan Alit yang sering terlewatkan. Selama ini justru sebagain besar dari kita malah berpesta pora makan, lupa terhadap jati diri, menikmati makanan, mabuk. Sehingga bukan Nyomya Bhuta Kala- Nyupat Angga Sarira, malah kita akhirnya menjelma jadi Bhuta itu sendiri.
7. Galungan ; Jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Dungulan, Hari ini merupakan hari kemenangan dharma terhadap adharma setelah berhasil mengatasi semua godaan selama perjalan hidup ini, dan merupakan titik balik agar manusia senantiasa mengendalikan diri dan berkarma sesuai dengan dharma dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan dalam usaha mencapai anandam atau jagadhita dan moksa serta shanti dalam hidup sebagai mahluk yang berwiweka.
8. Manis Galungan; Setelah merayakan kemenangan , manusia merasakan nikmatnya (manisnya) kemenangan dengan mengunjungi sanak saudara mesima krama dengan penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan ajaran kebenaran betapa nikmatnya bisa meneguk kemenangan. Jadi pada hari ini umat Hindu wajib mewartakan-menyampaikan pesan dharma kepada semua manusia inilah misi umat Hindu Dharma. Cara menyampaikan ajaran kebenaran adalah dengan Satyam Vada yaitu mengatakan dengan kesungguhan dan kejujuran.
9. Pemaridan Guru; Jatuh pada hari Sabtu Pon Dungulan, maknanya pada hari ini dilambangkan dengan kembalinya Dewata-dewati, pitara-pitari, para leluhur ke tempat payogannya masing-masing dan meninggalkan anugrah berupa kadirgayusan yaitu ; hidup sehat umur panjang, dan hari ini umat menikmati waranugraha dari dewata
5. Penyajaan; jatuh pada hari Senin Pon Dungulan. Pada hari ini umat mengadakan Tapa Brata Yoga Samadhi dengan pemujaan kepada Ista Dewata. Penyajaan dalam lontar Sundarigama disebutkan : "Pangastawaning Sang Ngamong Yoga Samadhi" upacara ini dilaksanakan pada hari Senin Pon Dungulan. Dengan Wiweka dan Winaya, manusia Hindu diajak untuk dapat memilah kemudian memilih yang mana benar dan salah. Bukan semata-mata membuat kue untuk upacara.
6. Penampahan ; jatuh pada hari Selasa Wage Dungulan tepat sehari sebelum hari Raya Galungan. Penampahan berasal dari kata tampah atau sembelih artinya ; bahwa pada hari ini manusia melakukan pertempuran melawan Adharma, atau hari untuk mengalahkan Bhuta Galungan dengan upacara pokok yakni Mabyakala yaitu memangkas dan mengeliminir sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri, bukan semata-mata membunuh hewan korban, karena musuh sebenarnya ada di dalam diri (Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dll), dan bukan di luar diri kita termasuk sifat- sifat hewani tersebut.
Ini sesuai dengan lontar Sundarigama yaitu ; "Pamyakala kala malaradan". Inilah puncak dari Brata dan Upavasa umat Hindu, bertempur melawan semua bentuk Ahamkara - kegelapan yang bercokol dalam diri.
Hari Penampahan Galungan inilah yang pada dewasa ini paling kehilangan makna spiritualnya yang paling penting. Konsentrasi kebanyakan keluarga membuat makanan yang enak-enak. Padahal ada upakara penting di Madya Mandala untuk Memohon Tirta dari Luhuring Akasa dalam rangka me-nyomia Buta Kala di Bhana Agung dan Alit yang sering terlewatkan. Selama ini justru sebagain besar dari kita malah berpesta pora makan, lupa terhadap jati diri, menikmati makanan, mabuk. Sehingga bukan Nyomya Bhuta Kala- Nyupat Angga Sarira, malah kita akhirnya menjelma jadi Bhuta itu sendiri.
7. Galungan ; Jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Dungulan, Hari ini merupakan hari kemenangan dharma terhadap adharma setelah berhasil mengatasi semua godaan selama perjalan hidup ini, dan merupakan titik balik agar manusia senantiasa mengendalikan diri dan berkarma sesuai dengan dharma dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan dalam usaha mencapai anandam atau jagadhita dan moksa serta shanti dalam hidup sebagai mahluk yang berwiweka.
8. Manis Galungan; Setelah merayakan kemenangan , manusia merasakan nikmatnya (manisnya) kemenangan dengan mengunjungi sanak saudara mesima krama dengan penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan ajaran kebenaran betapa nikmatnya bisa meneguk kemenangan. Jadi pada hari ini umat Hindu wajib mewartakan-menyampaikan pesan dharma kepada semua manusia inilah misi umat Hindu Dharma. Cara menyampaikan ajaran kebenaran adalah dengan Satyam Vada yaitu mengatakan dengan kesungguhan dan kejujuran.
9. Pemaridan Guru; Jatuh pada hari Sabtu Pon Dungulan, maknanya pada hari ini dilambangkan dengan kembalinya Dewata-dewati, pitara-pitari, para leluhur ke tempat payogannya masing-masing dan meninggalkan anugrah berupa kadirgayusan yaitu ; hidup sehat umur panjang, dan hari ini umat menikmati waranugraha dari dewata
10. Pemacekan Agung; Jatuh pada hari Senen Kliwon wuku Kuningan. Tepat pada hari ini merupakan hari pertengahan dari rangkaian panjang hari raya Galungan. Hari ini tepat 30 hari dari sejak hari Tumpek Pengarah, dan 30 hari menjelang hari Pegat Uwakan (Buda Kliwon Pahang). Pada hari ini umat menancapkan dan meneguhkan tekadnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam menghadapi dan mengarungi kehidupan selanjutnya dengan senantiasa berjalan dalam koridor dharma.
11. Sepuluh hari setelah Galungan disebut Kuningan. Pada Hari ini diyakini bahwa para dewata dan roh-roh leluhur akan turun ke marcapada/mayapada untuk menerima sembah bakti umat dan prati sentananya dengan segala cinta kasihnya, dan pada siang harinya para dewata dan roh suci leluhur kembali menuju kahyangan stana-nya masing-masing yang diyakini tempatnya di svargaloka (alam sorga). Kuningan merupakan hari kasih sayang, yang disimbulkan melalui berbagai pratika upakara seperti: tamiang, koleman, sulangi, tebo, dan endongan.
Rangkaian perayaan Galungan dan Kuningan berkahir pada Hari rabu Kliwon wuku Pahang yang sering disebut hari raya Pegat Uwakan. Pada hari ini umat melakukan persembahyangan mengahturkan suksmaning manah lan idep kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas karunia dan wara nugrahanya bisa melaksanakan rangkaian perayaan hari Raya Galungan dengan sempurna.
PETUAH IDA PANDITA AGNI YOGA SARASVATI
Adapun pesan moral yang paling ditekankan oleh Penglingsir Ashram Gayatri, Ida Pandita Agni Yoga Sarasvati, bahwa Hari Raya Galungan adalah hari perayaan atas kemenangan Dharma melawan Adharma. Dharma disini yang dimaksud adalah kebenaran sejati, yang muncul dari kesadaran sang jiwa, sebagai penuntun dalam melakukan Tri Kaya Parisudha, yaitu manacika (berpikir yg baik) Wacika ( berbicara yg baik) dan Kayika (berbuat yg baik) , sehingga dengan munculnya kesadaran tersebut, maka akan terbebas dari Adharma atau hal yg tidak baik, yg dapat menyesatkan pikiran dan tingkah laku manusia, seperti Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dll.
Untuk dapat merayakan hari raya Galungan ini, berarti kita diharapkan benar-benar menahan diri, untuk tidak melakukan hal yg tidak baik, dan lebih menyadarkan diri akan keberadaan sang jiwa yg penuh cinta kasih, sehingga pada perayaan galungan nanti, kita bisa menjadi seorang pribadi yang lebih baik dalam menjalani kehidupan setelah Perayaan hari kemenangan tersebut.
Satu hal pokok yg Ida Nak Lingsir sampaikan adalah : Tujuan melaksanakan upacara suci apapun, adalah MELAKUKAN YADNYA DAN NUNAS ICA.
YADNYA itu sendiri adalah korban suci yg tulus iklasdan tanpa pamrih
NUNAS ICA sendiri dari arti katanya sudah jelas terlihat,
Nunas berarti meminta / memohon, dan Ica berarti tertawa / bahagia. Jadi nunas
ica itu dapat diartikan sebagai memohon kebahagiaan.
Untuk mendapatkan kebahagiaan, kita harus melakukan yadnya
yg sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dan keiklasan kita, sehingga secara
riil nya tidak membebani atau memberatkan kita sebagai manusia. Bagaiamana
indahnya saat setelah upacara, yg didasari oleh ketulusan kita tersebut,
sehingga setelah selesai melakukan upacara, kita bisa berbahagia, bersenda
gurau sengan sanak keluarga. Itulah inti dan tujuan melaksanakan Upacara.
Demikian makna Hari Raya Galungan sebagai hari pendakian spritual dalam mencapai kemenangan /wijaya dalam hidup dan kehidupan ini, ditinjau dari sudut pelaksanaan upacara dan makna filosofisnya.